BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Tuhan yang menciptakan bhuwana agung beserta isinya, dan juga bhuana alit.
Bhuwana alit dapat bergerak / hidup disebabkan oleh Sang Hyang Widhi.Sang Hyang
Widhi yang ada didalam bhuana alit disebut dengan jivatman. Sebagai umat Hindu
kita percaya dengan adanya atman yang memberi hidup kepada semua makluk. Atman
merupakan percikan sinar suci dari Tuhan atau ada yang menyebutkan juga bahwa
atman adalah bagian terkecil dari Brahman. Atman tidak terhitung jumlahnya,
tidak terlahirkan dan juga tidak akan pernah mati. Atman bersifat kekal abadi.
Atman yang ada dalam makluk yang satu sama dengan atman yang ada dalam makluk
lainya. Didalam Hindu kita mengenal ajaran “ Tat Tvam Asi” yang berarti engkau
adalah aku, aku adalah engkau, kita semua sejatinya sama. Oleh karena itu sebagai
manusia yang mengerti akan ajaran ini hendaknya mempunyai rasa tenggang rasa
terhadap sesama, menyayangi binatang atau tidak menyakitinya dan juga menjaga
serta melestarikan lingkungan.
Dalam Panca Sradha atau lima keyakinan
yang dipercayai oleh umat Hindu yaitu, percaya kepada tuhan (Brahman Tatva), percaya
kepada atman (Atman Tatva), percaya adanya hokum sebab akibat (Karma Phala
Tatva),percaya adanya kelahiran kembali (Punarbhawa Tatva), percaya adanya
kebahagiaan tertinggi (Moksa Tatva). Dari kelima keyakinan tersebut, didalam
makalah ini akan kami bahas mengenai sradha yang kedua tentang percaya adanya atman
(Atman Tatva) dalam setiap mahluk yang diciptakan oleh Sang Hyang Widhi.
1.2.Permasalahan
Percaya terhadap adanya atman merupakan salah satu dari lima keyakinan umat
Hindu (panca sradha). Dalam makalah ini kami
memberikan permasalahan yang akan dibahas yaitu :
A. Apakah
hakekat dari atman?
B. Bagaimana
pandangan Vedanta terhadap atman?
C. Apa
sajakah sloka – sloka yang berhubungan dengan atman?
1.3.Tujuan Penulisan
Setiap kegiatan yang kita lakukan pasti mempunyai suatu tujuan, demikian juga
dengan makalah ini. Sesuai dengan permasalahan diatas, kami mempunyai tujuan dalam penulisan makalah ini yaitu :
A. Untuk
mengetahui apa hakekat dari atman.
B. Untuk
mengetahui bagaimana pandangan Vedanta tentang atman.
C. Untuk
mengetahui apa saja sloka – sloka yang berhubungan dengan atman.
BAB
II
ATMA
TATTVA
2.1 Pengertian Atman
Atman
adalah sinar suci atau bagian terkecil dari Brahman ( Tuhan Yang Maha Esa).
Atman berasal dari kata AN yang berarti bernafas. Setiap yang bernafas
mempunyai atman, sehingga mereka dapat hidup. Atman adalah hidupnya semua
makluk ( manusia, hewan, tumbuhan dan sebagainya ). Kitab suci Bhagawad gita
menyebutkan sebagai berikut :
“aham atma gudakeda, sarwabhutasyaathi, aham adis camadhyam ca,
bhutanam anta eva ca”
artinya
:
O,
Arjuna, aku adalah atma, menetap dalam hati semua makluk, aku adalah permulaan,
pertengahan, dan akhir daripada semua makluk.
Dari kutipan sloka diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa atman itu merupakan
bagian dari Tuhan ( Sang Hyang Widi ). Bila Tuhan diibaratkan lautan maka atman
itu hanyalah setitik uap embun dari uap airnya. Bila Tuhan diibaratkan matahari
maka atman itu merupakan percikan terkecil dari sinarnya. Demikianlah Tuhan
asal atman sehingga Ia diberi gelar Paramatman yaitu atma yang tertinggi. Atman
berasal dari Tuhan maka pada akhirnya atman kembali kepadanya. Seperti halnya
setitik uap air laut yang kembali kelaut saat hujan turun, seperti dalam buku
yang berjudul Sudirga yang di tulis oleh Ida Bagus.
Jivatman
adalah atman yang telah masuk kedalam tubuh (wadah), memberikan kekuatan dan
hidup. Dan apabila mati atman akan keluar daru tubuh (wadah) dan disebut Roh.
2.2 Fungsi Atman
Dalam hubungannya dengan maya, atman
itu seolah – olah “terkurung” atau terbelenggu. Sehingga atman memiliki tiga
fungsi, yaitu :
a)
Sebagai sumber hidup citta dan sthula
sariranya makluk. Citta adalah alam pikiran, meliputi pikiran atau akal,
perasaan kemauan inderanya dan instuisi. Sedangkan sthula sarira adalah badan
wadah seperti darah, daging, tulang, lender, otot, sumsum, otak, dan sbagainya.
b)
Bertanggung jawab atas baik buruk atau
amal dosa dari segala karmanya makluk yang bersangkutan.
c)
Menjadi tenaga hidup dari suksma sariranya
makluk yang bersangkutan,(Sudirga, Ida Bagus)
Sama
halnya yang ada dalam modul srada yang menyebutkan ada tiga fungsi atman yaitu
sebagai sumber hidup, sebagai yang bertanggung jawab atas karmawasana setiap
manusia dan sebagai pemberi tenaga kehidupan.
2.3 Sifat – Sifat Atman
Atman merupakan bagian dari Tuhan / tunggal adanya dengan Tuhan. Seperti halnya
Tuhan yang memiliki sifat – sifat khusus, atman juga mempunyai sifat –sifat,
seperti yang tertuang dalam Kitab Bhagawad Gita, yakni :
(Bhagawad
Gita II.20)
“na jayate mriyate va kadacin
nayam bhutva bhavita van a bhuyah
ajo nitya sasvato yam purano
na hayate hayamane sarire”
artinya
:
Ia
tidak pernah lahir dan juga tidak pernah mati atau setelah ada tak akan
berhenti ada. Ia tak dilahirkan, kekal, abadi, sejak dahulu ada; dan Dia tidak
mati pada saat badan jasmani ini mati.
(Bhagawad
Gita II.23)
“nai nam chindanti sastrani
nai namdahati pawakah
na cai nam kledayanty apo
na sosayati marutah”
artinya
:
Senjata
tak dapat melukai-Nya, dan api tak dapat membakar-Nya, angin tak dapat
mengeringkan-Nya dan air tak dapat membasahi-Nya.
(Bhagawad
Gita II.24)
“acchedyo yam adahyo yam
akledyo sasya eva ca,
nittyah sarwagatah sthanur
acalo yam sanatanah”
artinya
:
Sesungguhnya
dia tidak dapat dilukai, dibakar dan juga tak dapat dikeringkan dan dibasahi;
Dia kekal, meliputi segalanya, tak berubah, tak bergerak, dan abadi selamanya.
(Bhagawad
Gita II.25)
“Avyakto yam acityo yam
avikaryo yam ucyate,
tasmad evam viditvainam
nanusocitum arhasi”
artinya
:
Dia
tidak dapat diwujudkan dengan kata – kata, tak dapat dipikirkan dan dinyatakan,
tak berubah – ubah; karena itu dengan mengetahui sebagaimana halnya, engkau tak
perlu berduka.
(
Bhagawadgita II.13 )
“ dehino ‘smin yatha dehe
kaumaram yauvanam jara,
tatha dehantara-praptir
dhiras tatra na muhyati”.
artinya
:
Sebagaimana
halnya sang roh itu ada pada masa kecil, masa muda dan masa tua demikian juga
dengan diperolehnya badan baru, orang bijaksana tak akan tergoyahkan.
(
Bhagawadgita II.14 )
“ matra-sparas tu kaunteya
sitosna-sukha-dukha-dah,
agamapayino nityas
tams titiksasva bharata”.
artinya
:
Sesungguhnya,
hubungan dengan benda- benda jasmaniah, wahai Arjuna, menimbulkan panas dan
dingin, senang dan duka, yang datang dan yang pergi, tidak kekal, terimalah hal
itu dengan sabar, wahai arjuna.
(
Bhagawadgita II.31 )
“ sarva-bhuta-sthitam yo mam
bhajaty ekatvam asthitah,
sarvatha vartamano ‘pi
sa yogi mayi vartate”.
artinya
:
Dia
yang memuja Aku yang bersemayam pada semua insane, dengan tujuan manunggal,
yogi yang demikian itu dapat tinggal dalam diri-Ku, walau bagaimanapun cara
hidupnya.
(
Bhagawadgita VI.32 )
“ atmaupamyena sarvatra
samam pasyati yo ‘rjuna,
sukham va yadi va duhkham
sa yogi paramo matah”.
artinya
:
Yogi
yang dianggap tertinggi adalah yang melihat dimana – mana sama atman itu
sebagai atman-nya sendiri, wahai Arjuna, baik dalam suka maupun duka.
(
Slokantara 27-53 )
“ ekorasasamutpanna ekanaksatrakanwittah,
na bhawanti samacara yatha badarakantakah.
artinya
:
Lahir
dari perut ibu yang sama dan diwaktu yang sama, tetapi kelakuannya tidak akan
sama. Manusia yang satu berlainan dengan manusia yang lainnya, sebagai
berbedanya duri belatung yang satu dengan yang lainnya.
(
Bhisma Parwa )
“ kadi rupa Sang Hyang Aditya an prakasakan iking sarwa loka
mangkana ta sang Hyang atma an prakasakan iking sira marganyam wenang
maprawartti.
artinya
:
Sebagai
rupanya Sang Hyang Aditya menerangi dunia, demikianlah atma menerangi badan.
Dialah yang menyebabkan kita dapat berbuat.
Berdasarkan
uraian sloka – sloka Bhagawad Gita diatas dapat kita simpulkan sifat – sifat
atman sebagai berikut :
1.
acchedya berarti tak terlukai senjata,
2.
adahya berarti tak terbakar oleh api,
3.
akledya berarti tak terkeringkan oleh
angin,
4.
acesya berarti tak terbasahkan oleh
air,
5.
nitya berarti abadi,
6.
sarwagatah berarti ada di mana-mana,
7.
sathanu berarti tidak berpindah –
pindah,
8.
acala berarti tidak bergerak, sanatana
berarti selalu sama dan kekal,
9.
awyakta berarti tidak dilahirkan,
10. achintya
berarti tak terpikirkan,
11. awikara
berarti tidak berubah,
12. sanatana
berarti selalu sama.
2.4 Atman menurut Advaita Vedanta
Jiwa perorangan tidak bisa dipandang sebagai khayalan belaka dari Brahman,
karena jiwa adalah Brahman. Hanya saja Brahman disini menampakan dirinya dengan
sarana tambahan ( upadhi ), yang konsekuensinya Brahman dibatasi oleh sarana
itu sendiri. Atman adalah Brahman seutuhnya sehingga atman mempunyai sifat yang
sama dengan Brahman, yaitu berada dimana – mana, tanpa terikat ruang dan waktu,
maha tahu, tidak berbuat dan tidak menikmati. Dalam kehidupan sehari – hari ada
keanekaragaman perorangan yang disebabkan oleh Avidya. Dalam keadaan avidya
manusia tidak dapat membedakan dirinya yang sebenarnya dengan sarana – sarana
tambahan ( upadhi ). Avidya atau ketidaktahuan mengakibatkan manusia mengalami
segala macam penderitaan. Karma wasana juga termasuk dalam upadhi, sehingga
karma wasana juga menyebabkan manusia menjadi avidya.
2.5 Atman menurut Visistadvaita Vedanta
Visistadvaita Vedanta menyatakan bahwa atman adalah bagian dari Brahman. Ibarat
sebiji buah delima, buah delima merupakan Brahman, sedangkan biji-bijinya
merupakan atman. Jivatman benar – benar bersifat pribadi dan secara mutlak nyata
dan berbeda dengan Brahman. Sesungguhnya ia muncul dari Brahman dan tidak
pernah diluar Brahman, tetapi sekalipun demikian ia menikmati keberadaan
pribadi dan akan tetap merupakan sesuatu kepribadian selamanya. Setiap jiwa
memperoleh badan ( tubuh ) sesuai dengan karmawasananya. Saat moksa jiwa tidak
murni bersatu dengan Brahman, karena masih ada identitas sehingga jiwa hanya
tinggal di Vaikuntha sebagai pelayan Brahman.
2.6 Atman menurut Dvaita Vedanta
Dalam
sistem Dvaita Vedanta dikemukakan bahwa jiwa jumlahnya tidak terhitung. Tiap
jiwa berbeda dengan jiwa yang lainnya. Setiap jiwa memiliki pengalaman, cacad
dan sengsaranya sendiri. Jiwa – jiwa itu adalah kekal dan penuh kebahagiaan,
karena adanya hubungan dengan benda maka jiwa itu mengalami penderitaan dan
kelahiran yang berulang – ulang. Selama jiwa/atman tidak bebas dari ketidak
murnian, mereka masih tersesat dalam Samsara, mengembara dari satu kelahiran ke
kelahiran yang lainnya. Bila ketidak murnianya lepas mereka mencapai moksa atau
pembebasan, tetapi roh tidak mencapai kesamaan dengan Brahman, namun hanya
berhak melayani-Nya.
BAGIAN-2
SAPTA ATMA
Atma = bhur loka
Antaratma
= bhuah loka
Paramatma = swah loka
Niratma = tapoloka
Adhyatma = jana loka Niskalatma = maha loka
Suniyatma = satya loka
Paramatma = swah loka
Niratma = tapoloka
Adhyatma = jana loka Niskalatma = maha loka
Suniyatma = satya loka
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan
uraian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut :
a. Atman adalah
amerupakan bagian dari Brahman, karena Atman adalah percikan suci dari Brahman maka
Atman memiliki sifat seperti Brahman.
b. Atman yang masuk
dalam raga maka akan menjadi jiwatman dan sudah molai terpengaruh oleh
indrianya yang maya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar